Thursday, April 25, 2013

Saya Lelah...

Camus…kita nggak usah bersahabat lagi ya… Saya lelah…. 
Selama ini saya yang selalu banyak bicara, sementara kamu enggak. 
Saya sering tertawa, tapi kamu lebih banyak diam. 
Kalau tersenyum pun bisa dihitung dengan jari.

"Saya juga lelah karena saya sering sekali menangis buat kamu. Air mata saya rasanya sudah kering… Kamu selalu membuat saya sedih, membuat saya tergugu… Karena di saat kamu sedih saya juga merasakan hal yang sama. 
Saya ingin sekali-kali tidak peduli dengan keadaan kamu, dengan perasaan kamu. 
Tapi saya nggak bisa…. 
Jalan satu-satunya supaya saya bisa berhenti menangis demi kamu adalah dengan tidak bersahabat dengan kamu lagi.

"Saya akan berusaha melupakan kalau kamu adalah bulir salju yang selalu menyejukkan saya…yang telah mengajari saya bagaimana menyayangi. Saya akan melupakan masa kecil kita dulu, di saat saya membagi jatah makanan saya sewaktu kamu merasa lapar…. Saya ingat saat itulah kamu tersenyum pada saya untuk pertama kalinya…

Pendeknya kita bertemu hanya untuk berpisah. 
Kamu dan saya begitu kontras…begitu berbeda. Saya lilin dan kamu salju…bila saya terus berada di sisi kamu…saya takut saya akan meredup, padam, dan akhirnya menjadi tiada…karena terkadang kamu berubah, menjadi badai yang teramat dingin…sementara saya hanyalah sebatang lilin yang akan lenyap ditelan angin.

"Saya terlalu menyayangi kamu…selama ini selalu mengatakannya pada kamu. 
Kamulah sahabat saya dan hanya kamu. Dan saya menunggu, terus menunggu kamu mengatakan hal yang sama. Kalau kamu menyayangi saya juga… 
Tapi penantian itu akhirnya hanya menjadi sebuah penantian. Karena kamu hanya diam…

"Dan akhirnya…sebaiknya kita nggak bersahabat lagi. Maafkan saya karena selama ini saya hanya bisa bikin susah. Saya tidak pernah bisa membuat kamu bahagia. Walaupun hal yang paling saya inginkan adalah melihat kamu tersenyum dan tertawa…lepas, tanpa beban.

"Saya tetap bukan sahabat yang tepat untuk mendampingi kamu…"
"Jadi selamat tinggal…bulir salju yang selalu mewarnai hatiku…"

"Milo, lagi ngerjain apa?"
Camus tiba-tiba muncul di dekatnya. Milo segera menyeka matanya dan menyembunyikan surat itu.
"…enggak…bukan apa-apa."
Camus mengeryitkan dahi sedikit, tapi dia tidak ambil pusing. Mungkin surat cinta.
"Ngapain ke sini?" Milo bertanya.
"Emang biasanya saya ke sini, kan?"
"Tapi kan nggak sering."
"Cerewet," kata Camus, duduk di sebelah sahabatnya.
Milo hanya tersenyum tipis, menatap sahabatnya selama beberapa lama.
"Hei," kata Milo kemudian.
"Hmmm…?"
"Kita…," kata Milo seraya menghela napas. "…tetap bersahabat selamanya, ya…"
Camus balik memandang Milo. Kok tiba-tiba…? Ia menatap mata biru sahabatnya yang terlihat menyimpan kepedihan, tapi juga kasih sayang. Semakin lama dia memandangnya, semakin terasa haru di hatinya. Sesuatu yang jarang sekali Camus rasakan. Atau justru yang sering sekali ia rasakan, tetapi selalu ia tahan.
"Ya…," jawab Camus setelah beberapa lama. Tiba-tiba dia tidak ingin tahu lagi mengapa Milo mengatakan hal itu. "Selalu, Milo…"
"Selalu," Milo tersenyum. Dia merentangkan kedua tangannya. "Peluk, dong…"
Camus tertawa lirih, membuat Milo berbinar. "Nggak, kayak anak kecil aja," kata Camus.
"Ya udah…," kata Milo, masih tersenyum, walau ada sedikit kekecewaan di matanya. Seperti biasanya…
Tapi kekecewaan itu hilang ketika Camus akhirnya memeluknya juga.
"Sekali aja," kata Camus, tersenyum tipis.

Haru itu semakin menusuk batin Milo…. Air mata panasnya akhirnya tumpah…menetes membasahi rambut sahabatnya
.
Saya lelah menjadi sahabat kamu…
Tapi ternyata saya tidak bisa pergi meninggalkan kamu…
Karena kamu sangat berarti bagi saya…
Karena kebahagiaan saya melebihi rasa lelah saya…
Terima kasih, bulir saljuku…
Karena selain membuat saya lelah…kamu juga membuat saya bahagia…

The END

(* mengutip goresan seseorang..,)